Selasa, 23 Desember 2014

kuriositas

“Kebajikan pertama adalah kuriositas (rasa ingin tahu)”. Kuriositas adalah salah satu alasan untuk mencari kebenaran, dan ia mungkin bukan satu-satunya, tapi ia memiliki suatu kemurnian yang spesial dan mengagumkan. Jika motif anda adalah kuriositas, anda akan memberikan prioritas terhadap pertanyaan-pertanyaan berdasarkan bagaimana pertanyaan tersebut, tiap-tiapnya, menggelitik rasa estetis personal. Tantangan yang rumit, dengan probabilitas kegagalan yang tinggi, mungkin seimbang dengan usaha daripada yang sederhana, hanya karena ia lebih menyenangkan.
Beberapa orang, saya rasa, mengira bahwa kuriositas adalah suatu emosi dan oleh karenanya “tidak rasional”. Saya melabelkan emosi sebagai “tidak rasional” jika ia berada pada keyakinan yang salah, atau bisa juga, tabiat irasional epistemis: “Jika setrika mendekati wajah anda, dan anda percaya itu panas, namun ia dingin, si Cara menentang ketakutan anda. Jika setrika mendekati wajah anda, dan anda percaya ia dingin, namun ia panas, si Cara menentang ketenangan anda.” Sebaliknya, suatu emosi yang ditimbulkan oleh kepercayaan yang tepat atau pemikiran rasional secara epistemis adalah suatu “emosi rasional”; dan hal ini memiliki keuntungan membuat kita menganggap ketenangan sebagai suatu keadaan emosional, daripada standar istimewa. Saat orang memikirkan “emosi” dan “rasionalitas” sebagai tantangan, Saya menduga bahwa mereka benar-benar berpikir tentang Sistem 1 dan Sistem 2 - penilaian persepsi cepat melawan penilaian konsultatif lambat. Penilaian konsultatif tidak selalu benar, dan penilaian persepsi tidak selalu salah; jadi sangat penting untuk membedakan dikotomi tersebut dari “rasionalitas”. Kedua sistem tersebut dapat memberikan hasil dari kebenaran, atau mengalahkannya, bergantung kepada bagaimana mereka digunakan.
Selain emosional kuriositas saja, motif apalagi yang ada yang menginginkan kebenaran? Nah, anda mungkin ingin menyelesaikan suatu sasaran spesifik dalam dunia-nyata, seperti membuat sebuah pesawat terbang, dan oleh karena itu anda harus mengetahui kebenaran tertentu mengenai aerodinamik. Atau yang lebih biasa, anda ingin susu coklat, dan untuk itu anda ingin mengetahui apakah toko terdekat memiliki susu coklat, supaya anda dapat memilih untuk berjalan ke sana atau ke tempat lain. Jika ini adalah alasan kenapa anda menginginkan kebenaran, maka prioritas yang anda berikan kepada pertanyaan-pertanyaan anda akan merefleksikan utilitas dari informasi - berapa banyak kemungkinan jawaban-jawaban mempengaruhi pilihan anda, berapa banyak pilihan-pilihan anda yang berarti, dan berapa banyak anda menginginkan menemukan suatu jawaban yang merubah pilihan anda dari patokan dasarnya.
Untuk mencari kebenaran hanya untuk nilai instrumentalnya saja mungkin terlihat tidak murni - apakah kita tidak menginginkan kebenaran demi kebenaran itu sendiri? - tapi investigasi seperti ini sangat penting karena mereka membuat suatu kriteria diluar dari verifikasi: jika pesawat terbang anda jatuh dari langit, atau jika anda pergi ke toko dan tidak menemukan susu coklat, itu merupakan suatu petunjuk bahwa anda telah salah melakukan sesuatu. Anda mendapatkan balasan mengenai mode pikiran mana yang bekerja, dan mana yang tidak. Kuriositas murni adalah sesuatu yang mengagumkan, tapi ia mungkin tidak hidup terlalu lama untuk memverifikasi jawabannya, saat misteri yang menarik itu telah hilang. Kuriositas, sebagai suatu emosi manusia, telah ada sejak dulu sebelum Yunani kuno. Tapi yang membuat kemanusiaan tetap pada jalur sains adalah menyadari bahwa beberapa mode dari pemikiran membuka kepercayaan yang membuat kita dapat memanipulasi dunia. Sejauh rasa ingin tahu pergi, mendengarkan kisah-kisah tentang dewa-dewi dan pahlawan-pahlawan di perapian memuaskan keinginan itu juga, dan tidak ada yang menyadari ada yang salah dengan hal tersebut.
Apakah ada motif-motif untuk mencari kebenaran selain kuriositas dan pragmatisme? Alasan ketiga yang dapat saya pikirkan adalah moralitas: Anda percaya bahwa untuk mencari kebenaran adalah mulia dan penting dan bermanfaat. Meskipun suatu impian juga menempelkan suatu nilai intrinsik kepada kebenaran, hal tersebut sangat berbeda posisi pikirannya dengan kuriositas. Menjadi ingin tahu tentang apa yang ada di balik tirai bukanlah hal yang sama dengan percaya anda memiliki tugas moral untuk melihat ke sana. Posisi pikiran yang terakhir, anda akan lebih percaya bahwa orang lain harus melihat ke balik tirai, juga, atau menghukum mereka bila mereka sengaja menutup mata meraka. Karena alasan ini, Saya juga melabelkan “moralitas” sebagai suatu kepercayaan dimana pencarian kebenaran adalah suatu yang pragmatis yang penting terhadap masyarakat, dan oleh karena itu berkewajiban sebagai suatu kewajiban untuk semua. Prioritas anda, dengan motivasi ini, akan ditentukan oleh impian anda tentang kebenaran mana yang paling penting (bukan yang paling berguna atau yang paling menarik); atau impian moral tentang kapan, di saat keadaan seperti apa, kewajiban untuk mencari kebenaran berada pada yang paling kuat.
Saya condong curiga moralitas sebagai motivasi untuk rasionalitas, bukan karena saya menolak moral yang ideal, tapi karena ia mengundang masalah tertentu. Ia sangat mudah diperoleh, dipelajari dari kewajiban moral, model pemikiran seperti salah melangkah yang mengerikan saat berdansa. Pertimbangkan Mr. Spock dari Star Trek, seseorang dengan pola dasar rasionalitas yang naif. Kondisi emosional Spock selalu berada pada keadaan “tenang”, walau kadang tidak pantas. Dia terkadang memberikan banyak angka-angka penting untuk probabilitas yang secara kasar tidak dapat dihitung. (Misalnya: “Kapten, jika anda mengarahkan Enterprise langsung ke lubang hitam, probabilitas bertahan kita hanya 2.234%” Tetap saja sembilan dari sepuluh kali pesawat Enterprise tidak hancur saat melewati lubang hitam. Orang macam apa yang memberikan empat angka penting untuk suatu angka yang dua darinya tidak mempengaruhi?) Namun gambaran ini adalah bagaimana kebanyakan orang melihat kewajiban sebagai “rasional” - pertanyaan kecil mengapa mereka tidak menerimanya secara penuh. Untuk membuat rasionalitas menjadi kewajiban moral yaitu memberikan kepada semuanya suatu kebebasan mengerikan dari suatu suku pedalaman yang sewenang-wenang. Orang-orang sampai pada jawaban yang salah, dan kemudian marah-marah protes bahwa mereka bersikap dengan sopan, daripada belajar dari kesalahan mereka.
Dan jika kita ingin meningkatkan kemampuan rasionalitas kita, melampaui standar kemampuan yang ada pada masyarakat pemburu-pengumpul jaman dulu, kita harus mempertimbangkan kepercayaan tentang bagaimana berpikir dengan wajar. Saat kita menuliskan program mental baru untuk diri kita sendiri, mereka bermula di Sistem 2, sistem berunding, dan secara perlahan-lahan - jika bisa - terlatih menjadi sirkuit saraf yang berada di Sistem 1. Jadi jika ada semacam pemikiran yang kita tahu kita ingin hindari - seperti, katakanlah, bias - ia akan berakhir diwakilkan, dengan Sistem 2, sebagai suatu perintah untuk tidak berpikir seperti itu; suatu tugas menghindari.
Jika kita menginginkan kebenaran, kita dapat mendapatkannya secara efektif dengan berpikir dengan beberapa cara, daripada melakukan hal lainnya; dan ini adalah teknik-teknik rasionalitas. Beberapa teknik rasionalitas mencakup mengatasi sejumlah tingkat rintangan.

sumber : https://sites.google.com/site/makananuntukpikiran/sequences/kenapa-kebenaran-dan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar